Kamis, 25 Desember 2008

BAGAIMANA (seharusnya) MAHASISWA MENYIKAPI FENOMENA GOLPUT

Oleh Muhammad Taufiq T.
Ketua Umum KAMMI Komisariat UNM Parangtambung per.08/09


Fenomena golput dalam setiap rangkaian pelaksanaan pilkada di wilayah administratif Indonesia, menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan dan tentunya mengkhawatirkan. Bahkan sampai ada yang mengatakan golput memenangi beberapa pilkada di beberapa daerah karena jumlah orang yang memilih golput ternyata mengalahkan perolehan suara pemenang tingkat pertama contohnya di pilkada Jawa Timur, jumlah golputnya sebanyak 39% lebih sedang pasangan yang mendapat suara terbanyak hanya mengumpulkan suara dibawah 30%, pilkada di kota serang, golput mendapat persentase 39% sedang pasangan peraih suara terbanyak hanya 34% dari total pebduduk, pilkada DKI dengan jumlah pemilih golput sebanyak 39,2 persen atau 2.241.003 orang dari total 5.719.285 pemilih. Fauzi Bowo-Prijanto (pemenang) yang dicalonkan oleh banyak partai politik, termasuk Partai Golkar dan PDI-P, hanya meraih 2.010.545 atau 35,1 persen suara. Dan masih banyak lagi fakta-fakta riil di lapangan tentang sikap golput ini.

Dengan persentase yang cukup tinggi itu, maka kemudian permasalah ini harus diseriusi sebagai sebuah permasalahan kebangsaan yang penting di advokasi. Mahasiswa sebagai salah satu elemen dari rakyat ini harus mengambil perannya untuk mengadakan penyadaran politik kepada elemen bangsa lainnya termasuk di kalangannya sendiri. Itulah mengapa, kami dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Komisariat UNM Parangtambung menyuarakan penolakan kami kepada segenap niatan golput dan seruan golput yang dilancarkan oleh beberapa elemen bangsa termasuk suara pengajakan untuk golput yang lahir dari kawan-kawan mahasiswa sendiri.

Sebelum lebih lanjut, saya tekankan bahwa yang menjadi bahasan permasalahan kami adalah mereka yang memilih golput padahal memiliki hak suara/pilih yang telah disahkan oleh negara lewat KPU, siapapun itu dan dimanapun.

Beragam argumen telah dikeluarkan oleh para penyeru golput untuk melegitimasi atau mencari pembenaran terhadap sikap mereka. Ketahuilah bahwa itu semua adalah guyonan argumen pesimistis, apatis terhadap usaha membangun bangsa ini ke depannya. Rangkaian nalar berpikir yang tidak jauh kedepan memandang permasalahan kebangsaan.

Ketika mereka berkata bahwa golput adalah salah satu pilihan juga, maka saya beranggapan itu bukanlah pilihan. Itu bukan pilihan yang diberikan oleh rakyat ini kepada kalian. Logikanya begini; ketika dalam pemilihan itu ada 3 orang calon, maka sebenarnya itulah 3 calon yang diberi kehadapan anda untuk anda pilih, jadi selain dari pilihan 3 itu (tentunya golput) bukan termasuk pilihan.

Prosesi pemilihan umum di tingkatan apapun itu sesungguhnya adalah lahan kita untuk mengadakan perubahan terhadap nasib bangsa ini kedepannya. Momen inilah kita memilih pemimpin yang akan membawa perahu bangsa ini dalam masa kepemimpinannya. Dan dalam masa kepemimpinannya itulah akan dihasilkan banyak kebijakan untuk mensejahterakan, membela rakyatnya, yang pada masa suksesi pemilihannya menjadi pendukungnya. Dalam penggodokan produk pemerintahan itulah kita ‘mahasiswa’ bisa mengambil peran ‘politic control’ nya ketika ada kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat. Bukan pada saat prosesi pemilihan pemimpin itu kita bertindak bahkan tidak ikut memilih.

Kawan, sesungguhnya dalam proses pemilu itu, bukan perkara main-main, karena disanalah kita memilih pemimpin. Dalam setiap kondisi apapun kita akan membutuhkan kehadiran pemimpin, jadi jangan pernah menganggap remeh proses itu. Agama sangat memberi kita panduan bagaiman pentingnya dan urgennya posisi pemimpin itu.

Suara-suara golput yang dikeluarkan oleh elit-elit politik, saya lebih artikan sebagai sebuah upaya pendelegitimasian terhadap elit-elit lain yang telah memiliki jalan untuk meraih kedudukan. Kita bisa melihat orang-orang yang karena dengan banyak alasan terdeak dari sebuah strukturnya akan menyuarakan oposisi terhadap strukturnya kembali dan dengan pengajakan golput lah mereka bisa mengapresiasikannya. Hingga, jangan sampai ada di antara kita, ‘elit kampus’ yang termakan bahkan ikut-ikutan menyuarakan golput yang notabene hanya akan membantu elit politik sakit hati itu.

Saudaraku, hendaklah kita mengambil peran strategis kita dalam upaya perbaikan bangsa ini dengan jalan memberikan kesadaran berpolitik integratif kepada elemen rakyat, siapapun itu. Kita sebagai golongan yang diberi cap ‘intelek’, harus membuktikan keintelektualan itu dengan jalan partisipasi aktif kita dalam menghantarkan orang-orang shaleh ke puncak pengambil keputusan.

Kawan, sekecil apapun sikap pendukungan kita dalam percaturan politik ini, adalah sama besarnya dengan peradaban yang berkeadaban yang sama kita cita-citakan.

HIDUP RAKYAT, HIDUP MAHASISWA, ALLAHU AKBAR .....

Tidak ada komentar: